QoCWw23gI8EUDhTJmxS5QJMhjiKYFqyNZ5DreD0m

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Motivasi Melayani - Renungan Matius 20:20-28

Motivasi Melayani (Matius 20:20-28)

GKJ Salatiga Selatan, 1 Desember 2024

Dalam konteks kasih sayang seorang Bapa terhadap anaknya, terdapat sebuah narasi yang menggambarkan betapa sulitnya bagi seorang Bapa untuk melihat anaknya pergi, terutama jika perginya terjadi secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan. Kisah ini tidak hanya terdapat dalam sinetron atau drama, tetapi juga tercatat dalam Alkitab, khususnya dalam Matius 4:21. Dalam ayat tersebut, Yesus melihat dua bersaudara, Yakobus dan Yohanes, yang sedang membantu ayah mereka, Zebedeus, dalam pekerjaan mereka sebagai nelayan. Ketika Yesus memanggil mereka untuk mengikuti-Nya, mereka segera meninggalkan perahu dan ayah mereka tanpa berpamitan, sebagaimana tercantum dalam Matius 4:22.

Tindakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai perasaan Zebedeus, yang tiba-tiba harus pulang sendirian setelah sebelumnya berlayar bersama anak-anaknya. Ketika Zebedeus pulang, kemungkinan besar istrinya akan menanyakan keberadaan anak-anak mereka, dan Zebedeus mungkin menjawab bahwa anak-anaknya mengikuti seorang asing. Situasi ini mengundang refleksi tentang bagaimana perasaan seorang ibu ketika anak yang telah dibesarkannya tiba-tiba meninggalkan keluarga tanpa pamitan. Tentu saja, perasaan sedih dan kehilangan akan sangat mendalam, terutama jika anak tersebut pergi tanpa alasan yang jelas

Dalam konteks ini, ketika ibu Yohanes dan Yakobus, yang dikenal sebagai Salome, memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Yesus, ia sujud dan memohon agar anak-anaknya dapat duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya. Permohonan ini mencerminkan sifat manusia yang cenderung meminta penghargaan setelah melakukan pengorbanan. Banyak orang yang merasa berhak mendapatkan imbalan atas pelayanan yang telah mereka lakukan, seperti yang sering diungkapkan dalam berbagai ungkapan: "Saya telah melayani selama bertahun-tahun, tetapi mengapa hidup saya tidak berubah?" atau "Saya telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan, tetapi mengapa saya tidak mendapatkan imbalan yang setimpal?"

Dalam pelayanan, terdapat dua tipe orang: ambisius dan apatis. Mereka yang ambisius berusaha untuk terlihat dominan dan mendapatkan pujian atas pelayanan mereka, sementara yang apatis cenderung tidak tertarik pada pelayanan. Sikap apatis ini sangat memprihatinkan, karena menunjukkan ketidakpedulian terhadap panggilan untuk melayani. Namun, penting untuk diingat bahwa motivasi yang benar dalam melayani tidak seharusnya didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan penghargaan atau pengakuan.

Yohanes dan Yakobus di sini menunjukkan sikap ambisiusnya, hal ini terletak dalam Matius 20:22-23. Dalam ayat tersebut, terlihat Yesus menantang Yohanes dan Yakobus untuk meminum cawan yang akan Yesus minum, dan dengan sombongnya mereka menjawab bahwa mereka dapat meminum cawan yang Yesus akan minum. Matthew Henry berkomentar sikap percaya diri yang berlebihan ini mencerminkan ketidakpahaman mereka akan beratnya penderitaan yang akan mereka hadapi. Cawan yang dimaksudkan Yesus adalah penderitaan yang akan dialamiNya. Yesus, dalam tanggapannya, mengingatkan mereka bahwa menderita bagi-Nya berarti tidak hanya sekadar menerima kehormatan, tetapi juga menghadapi kesulitan dan tantangan yang nyata. 

Menderita bagi Kristus berarti meminum cawan penderitaan dan dibaptis dalam kesulitan, yang meskipun pahit, tetap merupakan bagian dari rencana Tuhan. Penderitaan ini bukanlah akhir, melainkan sebuah proses yang menghubungkan kita dengan Kristus dalam perjanjian dan persekutuan yang mendalam. Kristus, yang bersedia menanggung penderitaan dan dibaptis dengan cara yang sama, memberikan teladan bagi kita. Dengan bersekutu dengan-Nya, kita hanya mengambil bagian dalam penderitaan-Nya, yang mengingatkan kita untuk bersiap menghadapi tantangan dengan iman dan sukacita. 

Penting bagi kita untuk merenungkan sejauh mana kita bersedia berkorban bagi Kristus dan apakah kita mampu tetap setia di tengah kesulitan. Janji yang diucapkan oleh Yakobus dan Yohanes, "Kami dapat," mencerminkan ketidakpahaman mereka akan beratnya ujian yang akan datang. Mereka terlalu percaya pada kemampuan diri sendiri, tanpa menyadari bahwa kekuatan sejati hanya berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, kita diingatkan untuk tidak mengandalkan diri sendiri, melainkan untuk mengandalkan anugerah dan kekuatan Tuhan dalam menghadapi setiap tantangan yang ada.

Kembali dalam fokus kita sebagai umat yang telah menerima anugerah keselamatan dari Tuhan, kita seharusnya melayani dengan semangat dan tanpa mengharapkan imbalan. Keselamatan yang telah diberikan kepada kita adalah hadiah yang sangat berharga, bahkan sebelum kita memiliki niat untuk melayani. Tuhan telah memilih kita dan memberikan anugerah-Nya meskipun kita sering kali mengabaikan-Nya. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya meminta imbalan atas pelayanan kita, melainkan melayani dengan penuh rasa syukur.

Yesus mengingatkan kita bahwa untuk menjadi yang terbesar, kita harus menjadi pelayan. Dalam pelayanan, kita diharapkan untuk rendah hati, mengikuti teladan Yesus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Melalui perenungan ini, kita diingatkan untuk tidak hanya sekadar mengingat pentingnya kerendahan hati, tetapi juga untuk menyadari bahwa pelayanan kita adalah ungkapan syukur atas keselamatan yang telah kita terima.

Mari kita melayani Tuhan dengan rendah hati dan semangat, serta berkomitmen untuk melayani sesama. Setiap individu, terlepas dari motivasi awalnya, seharusnya menyadari bahwa pelayanan adalah panggilan yang mulia. Dengan demikian, kita dapat bertanya kepada diri sendiri dan keluarga, kapan kita akan mulai melayani? Selamat melayani, karena sukacita, damai sejahtera, dan keselamatan telah Tuhan berikan kepada kita, hari ini dan selamanya. Amin.